selama perjalanan menuju pondok pesantren si bungsu, mobil kami menyusuri lapang persawahan yang menghijau melankolis. anginnya bertiup romantis. panas matahari terik. tapi pikiranku tidak tertuju pada keromantisan alam siang itu. pikiranku bertumpu pada betapa aku merindukan diriku yang dulu.
aku adalah anak yang pernah besar di pesantren. ya, aku tau kamu terkejut. aku mengenyam tiga tahun pendidikan di asrama khusus putri Assyifa Boarding School, Subang. meski nama kerennya boarding school (sekolah berasrama), pesantren tetap saja pesantren. kamu bisa lihat di google seperti apa sekolahnya dan bisa banyangkan betapa romantis alamnya.
sekolahku berada di kaki bukit. mepet ke sawah. dekat perkebunan nanas Subang yang terkenal itu. untuk mencapai sekolahku kamu harus melewati berjejer-jejer kebun karet dan jalan berliku-naik-turun layaknya di pegunungan.
selama tiga tahun disana, hidup berdampingan dengan alam yang romantis, kamu pasti dapat menebak aku tumbuh menjadi seperti apa. ya, aku menjadi seorang gadis yang sangat dekat dengan alam.
dekat. banget.
mari kita definisikan dekat dengan alam ini.
dekat dalam artian...tidak takut kotor. bersedia cebur ke sawah berlumpur, tanpa alas kaki, dengan cacing di bawah jari-jari, menanam padi, dan tertawa. tidak takut gelap. di tempat kami sering juga mati listrik. tapi begitu listrik mati bintang di langit akan langsung menampakkan diri. indah. bahkan kami kecewa jika listrik kembali dalam waktu singkat. tidak takut basah. hujan? terobos saja dengan tertawa. tidur beralaskan rumput beratapkan langit berbintang, berjalan tanpa alas kaki, tidur diatas jerami, naik gunung berulang kali, dan masih banyak lagi.
selama tiga tahun aku menjadi anak alam. tapi lihat aku sekarang?
tidak mau basah karena hujan. mengeluh saat sepatu basah terciprat air hujan. tidak suka terkena panas. bawa payung dan sunscreen kemana-mana. mengernyit setiap kali melihar lumpur. tidak sudi naik gunung. aku yang sekarang jauh berbeda aku yang dulu.
sering sekali aku bertanya, kemana anak alam itu pergi? tapi tidak pernah kutemukan jawabannya.
aku rindu diriku yang dulu. aku yang bisa bahagia dengan hal sederhana seperti mati listrik atau tidur diatas jerami kering yang empuk dengan hangat matahari di wajahku dan angin beraroma padi di hidungku. aku yang bisa tersenyum dengan hal-hal konyol yang sederhana. aku yang sesederhana itu. aku rindu.
apakah aku ingin kembali ke diriku yang lalu? ya. tapi aku tau waktu tidak bisa diputar ulang dan aku tidak mungkin kembali semahal apapun aku mampu membayarnya. aku hanya berharap kesederhanaan gadis itu sedikit saja membekas dalam diri ini. karena bukan berani kotornya yang kubutuhkan. tapi keberanian berjalan dalam gelap dan kesederhanaannyalah yang aku percaya mampu menerangi jalanku di masa depan nanti.
Kamis, 07 September 2017
Senin, 12 Desember 2016
Monolog Aku
Aku bertanya
seratus, tidak, seribu kali sebelum menulis ini. Haruskah aku menulisnya?
Akhirnya setelah seribu kali berpikir, kuputuskanlah untuk menulis.
***
Hari itu
seperti biasa...
"nek, gimana
kabarnya hari ini?"
"baik" tapi
bagiku dia tidak nampak baik-baik saja.
"bagaimana
perasaannya hari ini?"
"ini disini"
sambil nunjuk dadanya.
Singkat cerita,
aku tau nenek merasa sedih karena anaknya sudah lama tidak menjenguknya. Ia nampak
tidak bersemangat.
Aku elus
tangannya sambil memutar otak, bagaimana cara membuatnya bersemangat kembali?
“nek,
kemarin orang yang aku suka jalan bersama sahabat dekatku”
Kalimat itu....spontan
terlontar.
Dan seperti
sama spontannya, tiba-tiba nenekku tertawa.
.
.
.
Hingga tidak
terasa satu setengah jam percakapan kami berlalu. Aku tidak terlalu mengingat
detail percakapan kami tapi aku ingat ada kata-kata “Zahra ini cantik, udah. Sarjana,
udah. Mandiri, udah. Ngapain masih berharap sama laki-laki kaya gitu??!”, “jadi
perempuan itu harus tegas! Kamu tanya ke kawanmu itu, kamu suka sama dia? Tanya
ke laki-laki itu, kamu suka sama dia? Kalau sama-sama suka yaudah, tinggalin!”,
“buktiin kamu bisa lebih baik dari dia!”
Aku tersenyum.
“kalau jodoh
juga gak bakal kemana”
“nenek
gimana tau kalau kakek jodohnya nenek?”
“dia itu
baik. Baik banget. Makanya pas dia meninggal saya gak pernah terbersit
sedikitpun untuk nikah lagi”
Aku tersenyum
lagi. Kali ini lebih lebar.
***
Percakapan pagi
ini adalah percakapan yang tidak akan aku lupakan seumur hidup. Aku ingin menangis
dan tertawa pada saat yang bersamaan. Menangis karena mengingatmu dan tertawa
karena aku berhasil membuat nenek tersenyum kembali.
Kamu tidak
tau, betapa siang itu aku ingin langsung menekan nomormu di ponselku untuk
mengucapkan terimakasih. Terimakasih karena telah membuat nenekku tertawa dan
bersemangat lagi hari ini. Terimakasih.
Mungkin kamu
akan berpikir bahwa terimakasihku sangat tidak masuk akal tapi nenekku adalah
orang yang berharga. Sama seperti kamu. Aku sudah menyayanginya sejak
percakapan pertama kita dan melihatnya bersedih pagi ini sangat menghancurkan
hatiku. Di panti ini nenek tidak punya siapa-siapa. Panti ini bukan seperti
rumah sakit dimana seseorang bisa meninggalkan rumah sakit jika sudah sembuh
dari sakitnya. Tapi bukan juga rumah singgah. Panti ini adalah tempat terakhir
mereka. So either die or run away, they’ll be here forever. That part really
broke my heart. So i try as hard as i could to make her feel comfortable.
***
Aku sudah
sangat sering mengucapkan maaf padamu. Maaf disetiap pesan, maaf disetiap
kabar. Tapi hari ini aku sudah menemukan alasan untuk mengucapkan terimakasih
dan untuk seterusnya, terimakasih adalah untukmu.
Terimakasih karena
pernah ada, karena pernah menjadi teman yang sangat baik. Untuk semua pesan
lama, untuk semua video chat, untuk kamu yang mengajarkanku bangga menjadi diri sendiri, semua ini adalah
karenamu. Terimakasih karena pernah mengenalkan lagu-lagu athem yang aneh,
mengenalkan rusia. Terimakasih karena pernah berkunjung ke UI. Terimakasih sudah
menyempatkan waktu untuk membaca tulisanku. Terimakasih karena mengizinkan aku
untuk masuk ke duniamu, melihat dari balik kacamatamu walau hanya sesaat. Terimakasih.
Terimakasih karena
sudah menginspirasi.
Sekarang,
aku tidak akan lagi bertanya kenapa. Kenapa kita berakhir seperti orang asing
satu sama lain, kenapa kita tidak bisa akrab seperti dulu, kenapa kenapa dan
kenapa, aku tidak akan bertanya lagi. Aku paham, mungkin waktunya sudah habis. Mungkin
waktu kita untuk merasa seperti itu sudah kadaluarsa—walaupun aku tau tidak
pernah ada pertemanan yang kadaluarsa. Atau mungkin Cuma aku, yang merasa
spesial.
Tidak apa.
Sekarang hingga
waktu yang akan datang aku ingin bertemu denganmu dalam perasaan nyaman. Bukan perasaan
bersalah maupun takut, apalagi gila saat namaku—entah bagaimana—disebut-sebut
bersamaan dengan namamu. Bukan pula perasaan sedih. Sekarang, setiap mendengar
namamu aku akan teringat pada nenekku dan percakapan kami hari ini. Dan daripada
bersedih, aku akan bersyukur karena kamu pernah ada dan ‘menyelamatkan’ nenekku
dengan ceritamu.
Kamu akan
mengingatkanku pada nenek itu dan setiap kali akan mengingatkan lagi dan lagi
bahwa aku sudah menemukan apa yang penting untuk diriku. Kamu, tentu saja
penting untukku. Tapi nenekku lebih penting. I’d do everything to make her
smile again.
Menjadi perawat
adalah hal yang penting untukku atau paling tidak, something i think im really
good at. Being nurse means everyday you will touch life or life will touch you
and today, life touch me. You have no idea how much i want to tell you about
this ‘profesi’ thingy. It really drives me crazy but set me on fire at the same
time. Kinda exhausting and exciting. Weird, isn’t?
“saya mah
dulu pernah jalan sama lima laki-laki sekaligus. Yang ini ngajak jalan, hayu. Besok
yang sana ngajak jalan, hayu juga. Cuma satu, saya gak mau dikurangajarin”
Kamu tidak
tau...
“...kakek
mah gak pernah cemburu. Dia oke aja saya jalan sama yang lain. ‘saya percaya
sama kamu’ gitu katanya”
...betapa
aku ingin...
“orang-orang
bilang saya perempuan gak bener karena mau jalan sama banyak laki-laki. Tapi kata
si kakek ‘ya gimana, saya udah terlanjur cinta sama dia. Asal satu, kamu jangan
bunting sama lelaki lain!’ hahaha”
....memelukmu....
“...saya
pernah pacaran sama orang belanda, ganteng banget! Saya bawa ke kampung dia
diem aja. Dikasih golok saya sama bapak saya hahaha”
....berterimakasih....
“....bukan
sedih lagi, kaya orang gila saya waktu denger kakek meninggal. Anak saya waktu
itu masih pada kecil-kecil. Tapi saya harus semangat!”
.....karena
sudah membuat nenekku tertawa dan bercerita sebanyak ini hanya dengan satu ‘pancingan’.
Terimakasih.
akupun sampai sekarang masih terus belajar cara mengungkapkan perasaan secara asertif, salah satunya dengan menulis karena aku masih tidak bisa kalau ngomong secara langsung. be brave. be wild. be silly. but dont forget to be true to your self.
akupun sampai sekarang masih terus belajar cara mengungkapkan perasaan secara asertif, salah satunya dengan menulis karena aku masih tidak bisa kalau ngomong secara langsung. be brave. be wild. be silly. but dont forget to be true to your self.
Esok akan
aku pastikan jika nenek bertanya tentangmu aku akan menjawab: “sudah nek, sudah
aku relakan dengan baik-baik”
Selamat melanjutkan
hidupmu. Sampai jumpa dilain waktu.
Minggu, 28 Agustus 2016
masih nyambung sama posting sebelum ini, masih berbau kelulusan.
setelah
skripsi, timbul pertanyaan baru yaitu...'abis lulus mau ngapain?'emang beneran deh ya, orang indonesia itu mau ikut campur aja urusan
orang. baru juga selesai kuliah udah ditanya mau ngapain, kerja? nikah?
sekolah lagi? kalo gue mah jawabnya...mau ngaso dulu! capek bok abis
skripsian setengah idup (bukan setengah mati), mau istirahat sejam-dua jam
dulu masa gak boleh sih. hih.
abis lulus mau ngapain?
menanggapi pertanyaan tersebut, jawaban temen-temen gue beda-beda.
program
kuliah gue adalah kuliah akademik 4 tahun dengan program lanjutan profesi atau
program klinik atau bahasa awamnya program koass selama satu tahun. jadi
total pendidikan kita lima tahun. tapi gue cukup terkejut ketika
beberapa teman memiliki rencana hidup yang berbeda.
seorang teman berencana untuk menikah, seorang lagi berencana untuk
kerja. ada yang sudah diterima kerja, ada yang masih harus cari
pekerjaan. ada juga yang membangun pekerjaan baru. semua jawabannya
beragam. jujur gue kaget karena sejak awal sebelum pendidikan ini
dimulai sudah ditekankan pentingnya mengikuti program profesi oleh pihak
kampus. tapi nyatanya masih ada teman-teman yang berhenti hanya sampai
tahap akademik. ketika ditanya kenapa, jawabannya pun sama beragamnya.
mulai dari terdapat kendala di berbagai macam aspek, sampai jawaban yang paling umum
adalah 'tidak passion di bidang ini'. lalu, bagaimana dengan gue?
kerja, nikah, kuliah lagi, atau melanjutkan skripsi yang
belum selesai
gue
termasuk orang yang membiarkan semua berjalan dengan alami. let it flow
bahasa kerennya. itu artinya gue akan dengan lapang dada mengikuti
program profesi setahun kedepan. tapi apa iya gue mau ikut profesi cuma
karena ikutan flow aja?
menurut kalian, apakah terdengar lebay kalo gue bilang: gue sudah jatuhh cinta dengan profesi ini? berlebihan kah?
gue gatau apakah gue bisa menjadi perawat profesional yang hebat kaya Florence Nightingle, gue juga gatau apa gue bakal bisa ambil AGD dalam satu kali tusukan. tapi yang gue tau, gue suka dengan profesi ini. buat gue alasan itu aja sudah lebih dari cukup untuk melanjutkan profesi ini dan membawanya ke tingkat yang lebih serius.
kita semua pemberani!
Hidup Mahasiswa!
gue bukan orang yang suka kejutan. gue gak suka ketidakpastian. gue gak suka digantungin (lho?).
jalan hidup gue untuk setahun kedepan paling gak udah 'terjamin'. profesi, namanya. jadi kalo ada yang rese nanya, abis lulus mau ngapain? Profesi. jawab langsung, beres. tapi kalau temen-temen gue yang itu ditanya, jawabannya kan belum pasti. mau kerja, tapi belum tau kerja dimana. atau bahkan ada yang belum memutuskan mau kerja atau mau lanjut sekolah lagi. diombang-ambing.
bagi gue, ketidakpastian yang seperti itu cukup menakutkan untuk diri gue. gue pernah nanya sama seorang temen, lo takut gak dengan ketidakpastian kaya gini? dia bilang rasa takut itu pasti ada. apalagi bakal masuk ke dunia kerja yang kita sama sekali gak paham kaya apa bentuknya, jelas aja takut. tapi cepat atau lambat kita semua pasti harus memasuki masa itu, katanya. jadi dia siap aja menghadapi apapun nantinya yang akan terjadi.
mendengar jawaban temen gue itu gue jadi ngerasa tertampar. apa yang dia bilang adalah benar. gue juga sooner or later pasti akan masuk ke dunia kerja. cumaaa sekarang lagi kebetulan aja punya waktu lebih untuk menyiapkan diri, yaitu setahun lagi di profesi ini.
walaupun mulai saat ini pertemuan mungkin akan menjadi sulit karena pekerjaan, profesi, kuliah lanjutan atau bahkan pernikahan, tapi gue akan selalu berdoa untuk kalian. agar kalian bahagia, sehat, dan diberi kedamaian di dalam hati dimanapun kalian berdiri. karena kalian adalah orang-orang pemberani dan gue harap gue juga mempunyai keberanian yang sama jika sudah saatnya tiba.
kepada teman-temanku yang memutuskan untuk bekerja, kuliah lagi, menikah, maupun yang dengan berani mengambil keputusan untuk melanjtkan skripsi yang belum selesai, kalian adalah kebanggaanku dan akan selalu menjadi individu-individu favoritku.
terbanglah yang tinggi, teman-temanku dimanapun kalian berada.
tebarkanlah manfaat yang banyak, berkaryalah yang bebas, dan tersenyumlah lebih banyak. sampai kita jumpa di belahan dunia yang lain.
FIK UI 2012: Cerdas!
sampai jumpa dalam episode kehidupan berikutnya
sayang kalian <3 br="">3>
Perjuangan Itu Bernama Skripsi
Hari ini saya mau bercerita tentang satu episode dalam dunia
kampus yang pasti dilalui oleh setiap mahasiswa, yaitu skripsi. Empat tahun
yang lalu, ah tidak, bahkan satu tahun yang lalu saat menggoda kakak tingkat
yang sedang ‘asik’ bersama skripsinya, saya masih menutup mata bahwa suatu hari
nanti saya juga akan berada di posisi dia, ‘asik’ bersama skripsi. Saat itu saya masih dalam tahap penyangkalan. ‘ah kan masih lama skripsinya’, ‘masih
setahun lagi, santai ajalah’ begitu pikir saya. Namun tak terasa waktu berlalu,
kini sayalah yang duduk berada persis di tempat kakak kelas itu. *sad*
Skripsi adalah perjuangan. Mulai dari berjuang pilih area
penelitian—karena kalau salah pilih penelitian yang bukan passion maka tamatlah sudah, pilih
judul, hingga pilih dosen pembimbing. Sejauh ini semua lancar. Saya berhasil
mendapatkan area penelitian yang saya sukai, dengan judul yang saya kuasai, dan
dosen yang saya kagumi. Selesai sampai disini? Tentu tidak.
Dalam perjalanan skripsi ini saya bersama seorang teman
dalam arahan satu dosen pembimbing. Teman saya ini rajinnya luar biasa. Progresnya
kilat macam pembalap motor gp. Satu malam dikasih revisi, besoknya kelar. Lha saya?
Buat buka email balasan dari dosen pembimbing aja butuh waktu dua minggu.
Ujian skripsi macam-macam lagi bentuknya. Setiap orang pun
berbeda ujiannya. Ada yang datang dalam bentuk judul yang mentok, dosen yang
sibuk kaya presiden, lokasi penelitian yang proses ijinnya ribet bener, dan lain sebagainya. Kali
ini ujian saya datang dalam bentuk teman satu bimbingan yang rajin banget. Iya,
teman saya yang itu. Memangnya kenapa kalau dia rajin banget, salah gitu? Ya gak
salah sih, justru bagus banget. Tapi secara dosen kami hanya membimbing dua
ekor bocah yaitu dia—si rajin dan saya—si lambat (bukan si malas ya), jadi
perbedaan progres kami bisa dibilang sangat timpang. Nah lho, apa itu timpang? Ya
pokoknya gitu deh, beda jauh istilahnya mah.
Bagi saya hal tersebut merupakan ujian yang paling besar. Kawan
saya sudah mulai penelitian sementara saya seminar proposal aja belum. Dia udah mau
sidang akhir, saya masih bikin bab 5. Bagi saya, masa-masa itu adalah masa yang
saaaaaangat berat. Rasanya hampir seperti depresi. Suatu malam tiba-tiba hp
berbunyi dengan notifikasi pesan dari dosen pembimbing. Dengan takut saya coba
buka dan isinya, “Zahra kamu kemana aja? Udah selesai belum bab 5 nya? Udah sebulan
lho ini. Temen kamu udah mau maju sidang akhir besok” DHEGG. Kaya disambar
petir rasanya. Hampir satu bulan saya hilang kontak dengan dosen karena
ngerjain bab 5 sementara temen yang itu udah kelar semua-muanya. Rasanya pengen
nangis aja.
Pernah terpikir untuk berhenti? Pernah banget. Pernah terpikir
untuk menenggelamkan diri? jangan ditanya! Pernah takut dibenci sama dospem gara-gara
lambat bener progresnya? Setiap hari. Sertiap hari pikiran-pikiran buruk itu
yang selalu hinggap di kepala gue. Gue takut dibenci. Gue takut dicap anak
males, lambat, gak serius kaya temen gue yang satu itu. Pengen berenti, pengen
keluar, pengen udahan.
Tapi ternyata sifat keras kepala gue lebih keras dari semua
bisikan setan itu.
Sedikit demi sedikit, walau tertatih, meski taku-takut, gue
samperin dosen pembimbing minta konsul. Bab 5-6-7 akhirnya lewat meski satu
bulan setelah teman yang itu sidang akhir. Gue masih keras kepala mau lulus.
Akhirnya tepat tanggal 29 Juni 2016 gue bisa sidang akhir. Syukur
alhamdulillah.....
Gimana rasanya? Undescribeable. Gabisa diungkapin dengan
kata-kata. Hari itu saat presentasi kata-kata keluar dengan sendirinya. Tidak ada
cemas, tidak ada takut, tidak ada kekhawatiran akan nilai, hanya ada pasrah dan Lillah. Alhamdulillah Allah
menunjukkan kuasanya lagi dengan dosen penguji yang komentar “kamu ini
progresnya termasuk yang lama, tapi hasil penelitian kamu bagus. Saya suka”
dan saat itu semua kesakitan terasa sirna. Tidak teringat lagi malam-malam yang
penuh air mata, sulit tidur, dan mimpi buruk tentang skripsi. Tidak ada lagi
ketakutan akan dianggap lambat dan malas. Semuanya sirna begitu saja. Alhamdulillah...
They said doing skripsi is more like giving a birth. Once you’ve done, you forget how painful it was.
Ya, itu benar sekali. Nyatanya sampai hari ini saya tidak
pernah ingat dipanggail ‘si lambat’ oleh dosen pembimbing saya. Tidak pernah
sekalipun beliau bilang ‘kamu kaya dia dong, cepet ngerjainnya’ tidak pernah membanding-bandingkan kami dengan bilang kawan saya yang itu lebih baik dari saya karena lebih dulu selesai. tidak pernah sekalipun.
yang ada beliau malah mengingatkan saya bahwa waktu pengumpulan sudah dekat, saya sudah bikin abstrak belum? PPT sidang akhir sudah jadi belum? begitu berkali-kali. ah, rasanya kalau sekarang diingat-ingat saya jadi malu sudah banyak berprasangka buruk pada beliau.
tapi dibalik itu semua, selain berterimakasih pada Allah, orangtua, dosen pembimbing, serta kawan saya yang itu, saya ingin berterimakasih kepada diri saya sendiri. saya masih ingat bagaimana sesaknya tidur malam ketika tidak nampak jalan keluar dari skripsi yang 'tiada ujung' ini. saya masih ingat rasanya ingin menyerah dan tenggelam saja, serta perasaan hopeless-helpless itu saya masih ingat.
karena itu, terimakasih kepada diri saya sendiri tidak menuruti keinginan tersebut. menurut saya, ketika kamu berhasil melewati halangan terbesar dalam hidupmu, tidak ada orang yang berhak diberi ucapan terimakasih tertinggi selain dirimu sendiri. karena kamu sudah begitu kuat bertahan di tengah badai, karena kamu sudah begitu tegar berdiri di kala lemarh dan berhasil menaklukan rasa ingin menyerah.
jadi, bersamaan dengan berakhirnya tulisan ini, kepada kamu yang sedang berjuang, yang sedang memperjuangkan sesuatu (atau seseorang), yang sedang berjuang namun terasa ingin menyerah, yang sedang merasa lemah dan goyah, atau sedang berada pada posisi terendah, percayalah kamu tidak sendirian. ada saya. saya paham seperti apa rasanya. saya mengerti rasanya ingin tidur yang lamaaaa karena saat bangun semua akan terasa sakit. saya paham rasanya ingin tenggelam saja dari muka bumi karena berjuang terlalu melelahkan. saya paham darah dan sakitnya perjuanganmu.
tapi percayalah, setelah kesulitan ada kemudahan. ada lega dan haru begitu sampai tujuan. ada puas dan ada bangga. ada senyum tapi lebih banyak tangis bahagia. dan yang paling penting, akan ada kamu yang lebih kuat dari sebelumnya di ujung perjalanan.
karena itu, coba bisikkan kata-kata ini di kupingmu: sudah hampir sampai. tinggal sedikit lagi. ayo berjuang bersama. kamu sudah berjalan sejauh ini, tidak ada artinya kalau berhenti sekarang. selesaikan atau tidak sama sekali. kamu kuat. kamu bisa. saya percaya kamu bisa. ayo berjuang bersama.
karena saya tau, kamu adalah seorang pejuang.
Kamis, 11 Agustus 2016
Bertanya tentang Satu Nama
sore itu dalam perjalanan pulang ke Bekasi aku bertanya, "Dia apa kabar?" kamu terdiam. begitu juga aku. kemudian kamu mulai bercerita tentang kabar wanita yang pernah jadi pujaanmu. nama itu, bagi kamu seperti sihir yang membawamu kepada cerita cinta manis jaman SMA. tapi bagiku, nama itu adalah pisau tajam yang mengucapnya saja membuat lidahku kelu dan mendengarnya membuat hatiku nyeri disayat sembilu.
kita pernah menyukai orang dengan nama yang hampir serupa, bukankah itu lucu?
sesampainya di rumah, aku tidak bisa melepaskan diri dari nama itu. ah, sedang apa dia disana? bagaimana kabarnya? apa ia baik-baik saja?
lagi dan lagi, hingga hari ini aku memutuskan untuk mengabadikan namanya disini.
aku bisa saja menyapa dalam akun jejaring sosialnya yang ada dimana-mana. tapi hati ini terlanjur ngilu membayangkan apa yang akan diucapkannya ketika aku melontarkan rindu. hingga malam ini aku memutuskan untuk membuka laptop dan mencari jejak-jejaknya dalam tulisan. ya, aku semenyedihkan itu. dia telah menghapus semuanya tentang kami, ah mungkin baginya tidak pernah ada 'kami', besih hingga tak bersisa. laptop ini beberapa saat yang lalu juga harus direparasi dan hilanglah semua tak bisa terselamatkan. hanya satu-dua memori dalam tulisan, hingga aku ingat pernah menuliskan namanya beberapa kali dalam blog ini.
satu persatu aku baca tulisanku. tersenyum, meringis, hingga tidak sadar menangis. aku rindu padamu. sesederhana itu.
ps: ya, namamu akan terus mengisi blog ini...entah sampai kapan. ini aku, dan aku rindu.
kita pernah menyukai orang dengan nama yang hampir serupa, bukankah itu lucu?
sesampainya di rumah, aku tidak bisa melepaskan diri dari nama itu. ah, sedang apa dia disana? bagaimana kabarnya? apa ia baik-baik saja?
lagi dan lagi, hingga hari ini aku memutuskan untuk mengabadikan namanya disini.
aku bisa saja menyapa dalam akun jejaring sosialnya yang ada dimana-mana. tapi hati ini terlanjur ngilu membayangkan apa yang akan diucapkannya ketika aku melontarkan rindu. hingga malam ini aku memutuskan untuk membuka laptop dan mencari jejak-jejaknya dalam tulisan. ya, aku semenyedihkan itu. dia telah menghapus semuanya tentang kami, ah mungkin baginya tidak pernah ada 'kami', besih hingga tak bersisa. laptop ini beberapa saat yang lalu juga harus direparasi dan hilanglah semua tak bisa terselamatkan. hanya satu-dua memori dalam tulisan, hingga aku ingat pernah menuliskan namanya beberapa kali dalam blog ini.
satu persatu aku baca tulisanku. tersenyum, meringis, hingga tidak sadar menangis. aku rindu padamu. sesederhana itu.
ps: ya, namamu akan terus mengisi blog ini...entah sampai kapan. ini aku, dan aku rindu.
Langganan:
Postingan (Atom)