Rabu, 15 Mei 2013

Sebuah Rumah, Sampai Kapanpun, Tetaplah Rumah

"apa alasan kamu masuk Suma?"
"sebenarnya saya sedang mencari organisasi yang bisa feels like home. saya harap disinilah rumah saya"
itu percakapan satu semester yang lalu saat gue masih maba (mahasiswa baru) dan sedang serakah-serakahnya ikut organisasi. semua gue ikutin, semua gue daftarin. waktu itu seleksi masuk Suma berat banget. lama. tapi gue tekunin, entah kenapa.

enam bulan kemudian begitu masuk semeser dua, semua berbalik membosankan. mungkin karena gue yang terlalu banyak ngikut acara sana-sini dan badan gue yang gak kompatibel, mau gak mau harus ada yang dikorbankan. dan korban itu, secara sadar, gue namakan Suma.
alasannya, karena Suma yang paling jauh tempat kumpulnya (Pusgiwa, jauh) dan karena ada Tebe disana which i already told you that i scared of him (previous post). padahal Suma-lah organisasi pertama yang gue ikutin, rumah pertama yang gue jejak, tapi yang pertama pula gue tinggalkan.

setelah berbulan-bulan tidak menginjakan kaki di sekre, akhirnya tadi malam gue kesana. rasa takut itu masih ada, jujur. apalagi para senior yang gak gue kenal dan gak kenal gue, semua menatap gue dengan pandangan "siapa nih anak?" rasanya kaya orang asing. tapi jauh dalam hati, jujur gue akuin, gue kangen banget sama suasana sekre yang hangat.
akhirnya tadi malem di sekre gue cuma diem aja ngeliatin temen-temen gue ketawa-ketawa bareng senior. sedih sih sebenernya :"(
meskipun begitu, ngeliat mereka ketawa-tawa dan satu-dua senior nyapa gue, rasanya seneng. ternyata gak semua orang melupakan gue. apalagi Pemimpin Umum Suma yang....aaaa....gak bisa gue gambarin, terharu :") padahal gue udah jarang banget nongol tapi dia masih inget sama gue dan masih nganggap gue bagian dari Suma.
gue: jadi gini toh suasana Pusgiwa kala malam *norak.heran*
senior 1: wahaha gak pernah ke sekre sih lo, norak kan...
PU: eh enggak kali, Zahra suka dateng kok
gue: *nahan aer mata*

ah, entahlah.
belom lagi waktu pulang gue dianterin rame-rame naik mobil. gue yang secara gak pernah ikut ngumpul, gak pernah tau kalo dia udah sering jadi pj anter-jemput anak Suma kalo malem, cuma bisa keheranan waktu digiring ke parkiran

gue: eh mau ngapain deh? pulang kan lewat sana
temen gue: ini, mau dianterin sama dia *nunjuk orang*

trus di mobil kita ngobrol-ngobrol sama pimred majalah yang ternyata.....daerah rumahnya sama dengan gue. dekett!!  dunia emang cuma selebar daun kelor~

yah, intinya...malam itu gue mikir, rumah tetaplah sebuah rumah. rumah yang hangat, nyaman, meski sesekali bisa terasa terlalu panas karena pertengkaran. rumah yang terdapat orangtua yang kadang sering ngomel-ngomel nyebelin (kaya Tebe) tapi di rumah akan selalu ada seseorang yang menunggumu pulang (kaya PU gue) dan di rumah akan selalu ada kakak-kakak lo yang rame, bawel dan doyan bercanda yang cuma dengan mendengar cerita mereka aja udah cukup buat brighten your whole day kaya senior-senior gue. 

rumah, 
adalah tempat yang akan selalu menerima dirimu
selalu menanti kepulangmu 
tidak peduli seberapa jauh kamu pergi 
dan seberapa lama kamu tidak kembali
rumah akan selalu ada 
di tempat yang sama 
dengan hangat yang sama 
rumahku,
dengan bangga aku mengatakannya, 
adalah Suma 

 

Rabu, 08 Mei 2013

Cerita dari Sebuah Pesawat Kertas


Biarkan aku menjadi buku 
agar kau terus memandangku 
biar aku menjadi gelas 
agar aku terus berada dalam genggamanmu
biarkan aku menjadi meja 
agar aku bisa menopangmu 
tidak apa, 
selama aku disisimu 

-dan coretanku berakhir dalam sebuah pesawat kertas 

"gak tau, tadi abis liat gambar buatanmu tangan ini langsung bergerak menulis. 
entah untuk apa. terserah mau diapain juga. dibuang juga boleh"-aku, yang penakut

*ps: dengan ini selesai sudah semuanya. terimakasih karena tidak jatuh terlalu dalam